Sayang,
apa aku pernah bilang, tiap kali aku melihat laut, aku merasa pulang? Aku
seperti bisa mengingat bagaimana menari di bawah air, meluncur ke bawah laut
hingga air terlihat hijau, atau melompat lalu menabrak menebus ombak. Sayang,
apa aku pernah bilang kalau laut selalu saja seperti memanggil pulang?
Suatu
sore di pantai Wangel yang tenang, aku duduk di pemecah ombak, melihat awan
mendung yang menggelantung menahan massa air setelah seharian menguap.
Bergumul, tidak terlalu tinggi dan tidak menyebar rata, menaungi laut dangkal
berperahu tanpa cadik.
Sayang,
saat itu aku merasa berada di satu cawan petri yang maha raksasa. Aku merasa
seperti bakteri yang sedang ditumbuhkan untuk suatu percobaan, dengan hasil
gas-gas yang memenuhi preparat penutup sehingga terciptalah atmosfer tersendiri
yang dapat membuat renik—manusia, hidup. Apakah muskil, bahwa kita hanya bagian
dari koloni yang berada di dalam cawan agar atau larutan kaldu seperti yang
dibuat oleh Pasteur saat mau mematahkan spontaneus generae? Kan
yang berbeda hanya Rentang Waktu? Bakteri ditumbuhkan dalam hitungan pekan,
sedang kita pekan yang berkali-kali lebih besar sesuai rasio dimensi tubuh
kita. Nah, kan demi Waktu? (Surah ini selalu menjadi favoritku.)
demi
Waktu.
**
No comments:
Post a Comment